Tanah Kita adalah Mini Seri film dokumenter yang merekam praktik baik pengelolaan hutan dan lahan yang dilakukan oleh Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal serta pelibatan penuh untuk memastikan hak serta akses pada hutan dan lahan untuk mendorong pencaharian penghidupan yang lestari dari tanah yang mereka diami atau kelola.
Terdapat 9 episode yang merepresentasikan 7 region dan 2 keterwakilan, yaitu: "Taneuh Urang" (Jawa), "Perempuan Tanah Sabrang" (Masyarakat Lokal-Jember), "Hutanku Hidupku" (Kalimantan), "Marapu Memanggil" (Nusa Tenggara), "Tenun untuk Tanah Kita" (Maluku), "Orang-orang Ngata Toro dan Kisah Seputarnya" (Sulawesi), "Laut Sumber Hidup Warga Saribra" (Papua), "Jang Kupi" (Sumatra) dan "Serat Kayu Penjaga Warisan Budaya" (Perempuan Adat-Jayapura).
Film ini merupakan hasil kolaborasi antara Samdhana Institue dan Rekam Nusantara Foundation melalui unit film produksi Indonesia Nature Film Soceiaty (INFIS), sebuah unit produksi film yang berbasis di Bogor, Jawa Barat yang didedikasikan untuk mengembangkan dan memperkenalkan kekayaan alam dan budaya Indonesia melalui audio-visual atau film dokumenter.
Rabu (05/06) untuk pertama kalinya film ini ditayangkan ke publik, dua episode yang ditayangkan pada Festival Inovasi Kehutanan Sekolah Vokasi Universitas Gajah Mada (UGM) yang berkaitan dengan tema pengelolaan Hutan Jawa, dengan mengajak tokoh yang ada di dalam film tersebut. Dengan harapan, hal ini bukan hanya ajang seremonial namun pelibatan langsung komunitas masyarakat lokal dalam dedikasinya menjaga tanah adat dan ulayat mereka.
Sejalan dengan tema, film yang ditayangkan pada acara perilisan yaitu episode ‘Taneuh Urang’ dari Cibarani (Jawa Barat) dan ‘Perempuan Tanah Sabrang’ dari Jember (Jawa Timur).
Taneh Urang menceritakan tentang inisiatif Masyarakat Adat Kasepuhan Pasir Eurih dan Cibarani yang telah berabad-abad hidup dalam pranata kearifan lokal yang mengakar. Mereka menggantungkan mata pencaharian dari hutan dan kelestariannya.
Sedang episode Perempuan Tanah Sabrang merupakan Perjalanan Petani penggarap hutan Sabrang di Jember untuk mendapatkan pengelolaan melalui Perhutanan Sosial tak lepas dari peranan para perempuan pejuang mereka.
Hutan Sabrang yang dulunya adalah perkampungan penduduk, kini telah menjadi hutan yang dikelola oleh kelompok tani Sabrang Mandiri.
Tanahnya kembali ditanami tanaman keras, menghasilkan pete, jengkol, alpukat, nangka dan durian. Ini adalah usaha mereka agar hutan tetap lestari. Selain itu, di sela-sela tanaman keras, mereka menanam cabai, pepaya, jagung, kopi, pisang dan jambu kristal. Termasuk lahan-lahan tidak produktif yang kosong ditanami.
Keunikan dan kearifan budaya mereka ini berbaur dengan kehidupan saat ini melalui Hutan Adat. Mereka mendapatkan keuntungan dari kegiatan ekowisata di wilayahnya dan mengembangkan tanaman varietas lokal yang unggul.
Film yang berjumlah 9 episode ini juga ditayangkan secara khusus pada ruang studio yang disediakan dalam side event rangkaian kegiatan Festival Karya Inovasi Kehutanan Sekolah Vokasi UGM.
Dengan menghadirkan film ini ke ruang public, kami berharapmasyarakat umum bisa mendapatkan alternatif sajian tayangan documenter, khususnya mengenai lingkungan hidup yang mana film ini merupakan film pembelajaran dari kemampuan akan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal mengelola hutan, tidak hanya sebagai penerima manfaat tetapi juga pengelola kegiatan. Serta mempromosikan kemampuan organisasi masyarakat adat dan komunitas lokal dalam peran aktifnya menjawab tantangan perubahan iklim. Mereka telah membuktikan diri sebagai penjaga terbaik hutan dunia dan jasa ekosistem yang berharga. Sekalipun terdapat kekurangan pada akses pendanaan dan atau dukungan hukum.
Tonton seluruh episodenya di sini. Ikuti perkembangannya pada media social Instagram: @Inaturefilms